Setiap Anak Punya Harta Karun : Multiple Intellegences

<
Setiap Anak Punya Harta Karun : Multiple Intellegences

Setiap Anak Punya Harta Karun : Multiple Intellegences

Yakinlah, Setiap anak punya harta karun dalam dirinya seperti pesan yang dititipkan Allah kepadanya. Tugas orangtua hanya membantu menemukannya.

Pengertian Multiple intelligences : 

Orangtua yang cerdas, kemampuan anak kita seluas samudera. Berarti banyak potensi yang terpendam di dalam dirinya. Potensi terpendam inilah merupakan harta karun orangtua yang ada dalam diri anak

Menurut Howard Gardner, setiap anak punya kecendrungan kecerdasan dari 9 kecerdasan yaitu :

Bisa dilihat disini


Anak-anak memiliki variasi potensi kecerdasan masing-masing. Ada yang punya 1 kecerdasan yang dominan, sedangkan yang lainnya rendah. Ada yang memiliki 2,3 atau bahkan semua kecerdasannya dominan. Namun, tidak ada satu anak pun yang bodoh, terutama jika stimulus yang diberikan lingkungan.tepat.

Tidak ada kecerdasan yang lebih baik atau lebih penting daripada yang lainnya. Artinya, jika anak memiliki kecerdasan logika-matematis yang kuat, bukan berarti dia lebih hebat daripada anak yang memiliki kecerdasan musikal.

Kecerdasan itu dinamis. Artinya, anak memiliki kemampuan mengeksplorasi, menumbuhkan dan mengembangkan kecerdasan tersebut. Jadi, jika anak kita memiliki kecerdasan tertentu yang lemah, bukan berarti kelemahan tersebut akan melekat terus pada diri anak. Proses belajar dan stimulus yang tepat akan membantu menumbuhkan kecerdasan yang lemah tersebut.

Indikator kecerdasan yang berbeda-beda saling bekerjasama hampir di setiap aktivitas anak kita. Maksudnya ketika anak punya kemampuan cerdas menggambar, dengan sendirinya indikator kecerdasan kinestetik juga bekerja: gerakan jari-jemari sehingga menghasilkan lukisan yang indah. Jangan lupa, kejelian menggambar secara detail merupakan salah satu indikator kecerdasan naturalis.

Pendorong dan Penghambat Kecerdasan.

Menurut Howard Gardner, kecerdasan anak kita sangat dipengaruhi oleh stimulus dari lingkungannya. Stimulus itu akan membentuk pengalaman dalam otak anak.

Ada 2 jenis pengalaman yang berasal dari stimulus lingkungan, yaitu:
  1. Crystallizing experiences. Pengalaman dari informasi yang diterima shg memberikan kekuatan positif kepada dirinya. Contoh: Albert Einstein. Saat masih SD, dia anak yang lambat dalam menerima informasi dan juga penyandang disleksia (gangguan membaca). Namun sang ayah selalu memberikan banyak pengalaman positif. Semangat Einstein terus menyala telah berhasil memantik rasa ingin tahunya terus menerus, terutama setelah sang ayah memberikan sebuah kompas untuk diamati, digunakan, dan diteliti. Pemberian kompas itulah yang menjadi crystallizing experiences bagi Einstein. Setelah itulah, kecerdasannya mulai berkembang.
  2. Paralyzing experiences. Pengalaman dari informasi yang mematikan semangat dan motivasinya dalam belajar. Pengalaman negatif ini biasanya berhubungan dg seseorang yang tidak pernah mendapatkan apresiasi atas sesuatu yang sudah ia lakukan, erat kaitannya dengan tekanan-tekanan psikologis yang berasal dari keluarga atau lingkungan yang tidak mendukung proses belajar dan kecerdasannya. Contohnya: anak-anak yang tinggal di daerah konflik atau peperangan selalu hidup dalam ketakutan sehingga mereka mengalami paralyzing experiences. Selain itu orangtua yang selalu menekan anak agar selalu juara 1 atau selalu menyalahkan anak atas sesuatu yang dikerjakannya, apalagi dengan membentak dan memukul. Pengalaman negatif itu akan meredam kecerdasan anak.
Kecerdasan seseorang, termasuk anak kita, ternyata bersumber dari kebiasaannya sendiri.

Hentikan kebiasaan yang salah, yaitu menilai keberhasilan dan kecerdasan anak kita dari angka. "Selamat tinggal angka!"

"Kala kita percaya bahwa harta karun dalam diri anak kita, kita harus jadi penyelam untuk menemukannya. Tak peduli kedalaman samudera yang tergelap. Terus menjelajah temukan harta karun. Jika hari ini tidak ketemu, esok pasti ketemu. Jika perlu, terus menyelam sampai akhir hayat.." Semangat Parents.. ^_^